Modal SDM dan Masa Depan Pembangunan Purwakarta
Purwakarta.in - Pembangunan adalah fenomena yang kompleks. Karena itu, ia tidak hanya bisa dinilai dari ukuran materiil saja.
Contoh : pendapatan nasional/regional per tahun. Pun, ia juga tidak bisa serta-merta disebut “beres” dengan tolak ukur infra-struktur semata. Ambil kata, ketersediaan sarana dan pra-sarana di suatu wilayah.
Tidak. Di waktu yang sama, ada aspek lain dari pembangunan yang juga perlu jadi perhatian (concern). Yaitu, modal Sumber Daya Manusia (human capital) yang tidak lain adalah subjek sekaligus objek dari pembangunan itu sendiri.
Pengalaman di banyak negara membuktikan, pembangunan berkualitas beriringan dengan peningkatan kapasitas SDM-nya. Sebaliknya, ketimpangan pembangunan ditandai dengan kualitas SDM yang rendah.
Sebagai contoh kasus, Republik Demokrat Kongo, adalah bukti ekstrim kegagalan pembangunan. Selain karena faktor perang saudara (civil war) berkepanjangan, kualitas SDM juga menjadi variabel lain yang tidak kalah signifikan.
Tidak. Di waktu yang sama, ada aspek lain dari pembangunan yang juga perlu jadi perhatian (concern). Yaitu, modal Sumber Daya Manusia (human capital) yang tidak lain adalah subjek sekaligus objek dari pembangunan itu sendiri.
Pengalaman di banyak negara membuktikan, pembangunan berkualitas beriringan dengan peningkatan kapasitas SDM-nya. Sebaliknya, ketimpangan pembangunan ditandai dengan kualitas SDM yang rendah.
Sebagai contoh kasus, Republik Demokrat Kongo, adalah bukti ekstrim kegagalan pembangunan. Selain karena faktor perang saudara (civil war) berkepanjangan, kualitas SDM juga menjadi variabel lain yang tidak kalah signifikan.
Tak pelak, pembangunan macet. Angka pengangguran meledak. Lalu, tidak mengherankan jika angka kemiskinan ekstrim makin hari makin tinggi.
INDEKS PENDIDIKAN ; MENGUKUR MODAL SDM PEMBANGUNAN
Tentu kita tidak mau pengalaman Kongo hadir sebagai realitas di tengah-tengah kita. Maka, perlu diukur bagaimana kapasitas SDM aktual kita hari ini. Seberapa cukup nilainya sebagai modal pembangunan?
Secara kuantitatif, dikenal konsep “Indeks Pendidikan”. Ada dua indikator penting pada indeks tersebut, yaitu Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS). Untuk mengukur kapasitas SDM aktual, indikator yang representatif adalah RLS.
Secara nasional, nilai RLS nasional adalah 8,54 pada tahun 2021 (katadata : 2021). Artinya, rata-rata penduduk Indonesia diatas usia 25 tahun telah menyelesaikan pendidikan setara kelas IX atau tingkat SMP.
INDEKS PENDIDIKAN ; MENGUKUR MODAL SDM PEMBANGUNAN
Tentu kita tidak mau pengalaman Kongo hadir sebagai realitas di tengah-tengah kita. Maka, perlu diukur bagaimana kapasitas SDM aktual kita hari ini. Seberapa cukup nilainya sebagai modal pembangunan?
Secara kuantitatif, dikenal konsep “Indeks Pendidikan”. Ada dua indikator penting pada indeks tersebut, yaitu Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS). Untuk mengukur kapasitas SDM aktual, indikator yang representatif adalah RLS.
Secara nasional, nilai RLS nasional adalah 8,54 pada tahun 2021 (katadata : 2021). Artinya, rata-rata penduduk Indonesia diatas usia 25 tahun telah menyelesaikan pendidikan setara kelas IX atau tingkat SMP.
Perlu digaris-bawahi, nilai ini tentu saja adalah gabungan (agregat) dari klasifikasi umur dan--bahkan--generasi yang berbeda.
Lalu, bagaimana dengan Kabupaten Purwakarta?
Berdasarkan data yang dirilis BPS dalam Purwakarta Dalam Angka 2021, per tahun 2019 nilai RLS Kabupaten Purwakarta adalah 7,92. Dengan demikian, dapat di-interpretasikan bahwa rata-rata pendidikan masyarakat Purwakarta usia diatas 25 tahun adalah setara kelas VIII atau SMP.
Nilai tersebut terpaut beberapa poin dari nilai indeks RLS nasional. Dengan kata lain, indeks pendidikan Kabupaten Purwakarta cenderung tidak timpang ekstrim dengan kondisi nasional.
Capaian ini dalam perspektif tertentu boleh dinilai “baik”. Sekurang-kurangnya, Kabupaten Purwakarta relatif sudah berada pada fase selesai untuk konteks misi pendidikan wajib (9 tahun).
Hanya saja, untuk mengakselerasi pembangunan (lebih khusus lokal), tentu saja ketercukupan “pendidikan wajib” tidak memadai.
Lalu, bagaimana dengan Kabupaten Purwakarta?
Berdasarkan data yang dirilis BPS dalam Purwakarta Dalam Angka 2021, per tahun 2019 nilai RLS Kabupaten Purwakarta adalah 7,92. Dengan demikian, dapat di-interpretasikan bahwa rata-rata pendidikan masyarakat Purwakarta usia diatas 25 tahun adalah setara kelas VIII atau SMP.
Nilai tersebut terpaut beberapa poin dari nilai indeks RLS nasional. Dengan kata lain, indeks pendidikan Kabupaten Purwakarta cenderung tidak timpang ekstrim dengan kondisi nasional.
Capaian ini dalam perspektif tertentu boleh dinilai “baik”. Sekurang-kurangnya, Kabupaten Purwakarta relatif sudah berada pada fase selesai untuk konteks misi pendidikan wajib (9 tahun).
Hanya saja, untuk mengakselerasi pembangunan (lebih khusus lokal), tentu saja ketercukupan “pendidikan wajib” tidak memadai.
Pasalnya, kita hidup di era 4.0 yang penuh dengan disrupsi dan lompatan-lompatan eksponensial. Adaptasi adalah hal krusial. Dan celakakah pribadi-pribadi yang tidak mampu beradaptasi.
Pendidikan bagaimanapun adalah modal utama untuk kebutuhan adaptasi zaman. Dan untuk itu, tidak cukup hanya Dinas Pendidikan (Disdik) saja yang mengambil peran (meskipun keberadaannya sebagai leading sector pada urusan pendidikan).
Pendidikan bagaimanapun adalah modal utama untuk kebutuhan adaptasi zaman. Dan untuk itu, tidak cukup hanya Dinas Pendidikan (Disdik) saja yang mengambil peran (meskipun keberadaannya sebagai leading sector pada urusan pendidikan).
Di kesempatan yang sama, harus ada peran swasta dan pengambil kebijakan strategis (bupati, gubernur hingga presiden).
Serta, tidak bisa dinafikan adala peran orang tua yang harus bersemangat sekaligus berkomitmen tinggi menyekolahkan putra-putrinya ke jenjang yang paling tinggi. Harus!
Ditulis oleh : Widdy Apriandi
Sumber
https://disdik.purwakartakab.go.id/berita/detail/modal-sdm-dan-masa-depan-pembangunan-purwakarta-Ditulis oleh : Widdy Apriandi