Resmi, Kemenkes Larang Penggunaan Bilik Sterilisasi Covid-19
Ilustrasi - Bilik disinfektan (foto: net) |
Dijelaskannya, dalam surat edaran tersebut Kementerian Kesehatan menilai bilik disinfeksi yang sekarang banyak digunakan di masyarakat untuk mendisinfeksi permukaan tubuh yang tidak tertutup, pakaian dan barang-barang yang digunakan atau dibawa oleh manusia.
Berdasarkan informasi dari lapangan, berbagai macam cairan disinfektan yang digunakan untuk bilik disinfeksi ini di antaranya adalah diluted bleach (larutan pemutih/natrium hipoklorit), klorin dan sejenisnya, etanol 7096, amonium kuarterner (seperti benzalkonium klorida), hidrogen peroksida (H20O2) dan sebagainya.
Disinfektan tersebut merupakan disinfektan yang digunakan untuk mendisinfeksi ruangan dan permukaan, seperti lantai, perabot, peralatan kerja, pegangan tangga atau eskalator, moda transportasi, dan lain-lain.
"Ini karena cairan yang digunakan itu, cenderung merupakan cairan untuk mendisinfeksi benda mati. Bukan untuk tubuh kita sehingga berbahaya," jelasnya.
Menurut WHO, menyemprotkan disinfektan ke tubuh dapat berbahaya untuk membran mukosa (misal: mata, mulut) sehingga berpotensi menimbulkan risiko terhadap kesehatan dan merusak pakaian.
Pajanan desinfektan langsung ke tubuh secara terus-menerus dapat menyebabkan iritasi kulit dan iritasi pada saluran pernapasan.
Solusi aman untuk pencegahan penularan virus SARS-CoV-2 saat ini adalah melakukan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir dengan rutin atau gunakan hand sanitizer.
Membersihkan dan melakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda-benda yang sering disentuh, misalnya perabot, peralatan kerja, ruangan, pegangan tangga atau eskalator, moda transportasi, dan lain-lain.
Jika harus keluar rumah, hindari kerumunan, jaga jarak dan menggunakan masker, membuka jendela untuk mendapatkan sirkulasi udara yang baik.
Jika menggunakan kipas angin atau AC, perlu dilakukan pemeliharaan secara rutin dan segera mandi dan mengganti pakaian setelah bepergian.
Sementara itu, Guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr rer nat Fredy Kurniawan MSi mengungkapkan, baru-baru ini, World Health Organization (WHO) telah memberi peringatan terkait bahaya pemakaian alkohol dan klorin (chlorine) pada tubuh. Menurutnya, informasi tersebut mengingatkan bahwa bahan kimia perlu ditangani dengan benar.
"Dalam hal ini, pengetahuan mengenai kimia sangat diperlukan, mengingat banyak masyarakat awam yang membuat disinfektan maupun antiseptik sendiri," ujar Fredy, Senin (30/3).
Fredy mengingatkan, jika pemakaian alkohol dan klorin dilakukan oleh orang yang tidak punya kompetensi dan kapabilitas yang cukup dalam meramu dan menggunakan secara benar maka akan sangat berbahaya. Baik bagi diri sendiri, orang lain, dan juga lingkungan dalam waktu dekat dan bisa jadi jangka panjang.
Dosen yang bergelut di bidang kemo dan biosensor ini menjelaskan lebih dalam apa itu antiseptik dan disinfektan. Berdasarkan istilah WHO, antiseptik adalah salah satu jenis disinfektan yang menghancurkan atau menghambat mikroorganisme pada jaringan hidup tanpa mengakibatkan cedera.
“Termasuk dalam klasifikasi ini adalah polyvidone iodine, chlorhexidine, dan alkohol,” ujar Fredy.
Sedangkan, disinfektan berfungsi menghancurkan dan menghambat mikroorganisme patogen pada keadaan nonspora atau vegetatif. Bahan-bahan berbasis kedua material yang disebut, yaitu klorin dan etanol, yang banyak tersedia di pasaran.
WHO, kata Fredy, sudah jelas tidak merekomendasikan cairan seperti etanol, klorin, dan H2O2 pada bilik sterilisasi. Fredy menjelaskan, bahan-bahan tersebut bersifat karsinogenik, bahkan mengakibatkan mutasi bakteri, dapat dilihat Material Safety Data Sheet (MSDS). Pendapat ini mempertimbangkan dampak negatif pada satu hingga dua tahun ke depan.
Fredy menerangkan, bilik sterilisasi memiliki dua bagian, yaitu bilik itu sendiri dan bahan disinfektan yang digunakan. “Tujuan dari bilik ini adalah membunuh mikroorganisme yang menempel di badan atau di pakaian seseorang secara seketika,” kata dia.
Padahal, kata dia, disinfektan hanya akan memengaruhi yang ada dalam ruangan bilik meski residunya pun dapat keluar dalam jumlah besar. Namun, hal yang menjadi pokok masalah bahaya dari bilik ini adalah bahan kimia yang digunakan.
Fredy melanjutkan, semua bahan kimia yang umum tersedia sebagai disinfektan berdasarkan Centers of Disease Control and Prevention (CDCP) dan WHO, hampir semua senyawa tersebut memiliki efek yang cukup signifikan. Apalagi, bila digunakan kepada manusia secara langsung.
“Ada dua senyawa yang aman digunakan, yaitu ozon dan chlorine dioxide, namun tetap dengan ukuran yang telah ditentukan dan cara pemakaian yang benar,” kata Fredy.
Bilik sterilisasi menggunakan ozon dan chlorine dooxide memiliki potensi untuk digunakan mengatasi kasus Covid-19 dengan aman. Namun, syarat bilik sterilisasi harus dibuat dan dikontrol kualitasnya oleh tenaga ahli yang kompeten.
“Kontrol kualitas dari bilik yang dimaksud adalah terkait dosis dan cara penggunaan yang benar. Bahan-bahan disinfektan lain selain ozon dan chlorine dioxide tidak direkomendasi karena dapat mengakibatkan efek samping yang fatal dalam jangka waktu dekat maupun panjang,” kata Fredy.
Fredy mengatakan, dengan kondisi pandemi seperti saat ini, tentu saja semua cara perlu untuk dikerahkan dalam mengatasinya. “Saya harap hal ini dapat mengingatkan masyarakat bahwa boleh mengatasi masalah, tetapi jangan sampai menimbulkan masalah baru agar masyarakat tetap sehat selamat,” ujar Fredy.*