Sudah Tahu Belum? Hukuman Bagi Penebar Cerita Hoaks Soal Virus Corona
Ketua Komite Etik dan Hukum di rumah sakit Haji dr. Mahesa Paranadipa M, M.H |
Dilansir dari liputan6.com, Berdasarkan Academic Information System (AIS), temuan isu hoaks dalam periode Agustus 2018 sampai November 2019 dengan total 3.901, isu hoaks kesehatan menempati posisi ke tiga dengan jumlah 401 kasus disusul politik dan pemerintahan.
"Hal yang seperti ini masyarakat harus paham, yang sakit jadi banyak yang terkorbankan karena kesalahan teknis. Nah kalau bicara sanksi hukum, kita punya UU ITE yang sudah direvisi tahun 2016, sanksinya bisa enam tahun, dendanya satu miliar," kata Mahesa saat berbicara dihadapan awak media dalam acara yang diadakan Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) pada Sabtu (29/02).
Menurutnya, setidaknya ada beberapa sanksi hukum yang diberlakukan bagi penebar hoaks kesehatan, yaitu Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 45A ayat (1), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 390, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal 14, dan Pasal 15.
Bisa terkena pasal berlapis
Dokter lulusan S2 Hukum Kesehatan Univ Hasanuddin ini menuturkan, orang yang terjerat dengan isu hoaks kesehatan bisa juga terkena pasal berlapis. "Di KUHP ini di generalis, jadi bisa berlapis pasalnya. Jadi kena pasal UU ITE, kena KUHP juga," ujarnya.
"Pada KUHP, menyebarkan kabar hoaks dipenjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan. Sedangkan di Pasal 14 10 tahun," kata Mahesa, menambahkan.
Untuk diketahui, sebelumnya ia juga sempat melakukan diskusi internal dengan Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) mengenai apakah mungkin penyidik di Polri menggunakan pasal 360 atau 359 yang karena kelalaiannya atau kesengajaannya yang menyebabkan orang meninggal karena hoaks.
Pada masalah hoaks tersebut, Mahesa menjelaskan, orang yang harusnya mengcover perihal ini adalah Kementerian Kementerian Kesehatan.
"Ya Kemeskes sebagai lembaga yang mempunyai otoritas kesehatan, tapi ingat jangan meminta statement personal. Jadi ketika dimintai konfirmasi nyatakan apakah ini statement bersih dari kementerian," kata Mahesa, menekankan.