Peneliti Tiongkok Obat Antimalaria Bisa Atasi COVID-19
Purwakarta.in | Virus COVID-19 sudah banyak merenggut banyak orang. Akhirnya setelah melewati serangkaian uji klinis, sejumlah peneliti di Tiongkok beberapa hari lalu mengonfirmasi bahwa obat antimalaria terbukti dapat mengatasi COVID-19 dengan efektif.
Bahkan obat ini mungkin sudah bisa digunakan dalam waktu dekat, serta dapat disebarluaskan ke berbagai fasilitas kesehatan yang memerlukannya.
Hingga beberapa pekan terakhir, pencarian obat dan vaksin COVID-19 memang belum menghasilkan titik terang. Namun, siapa sangka, obat yang berpotensi mengatasi COVID-19 justru adalah obat antimalaria yang telah digunakan sejak 70 tahun terakhir. Seperti apa cara kerja obat antimalaria terhadap coronavirus penyebab COVID-19?
Obat antimalaria bisa mengatasi COVID-19?
Pada salah satu artikel yang diterbitkan di jurnal Cell Research, peneliti dari Institut Virologi Wuhan, Tiongkok, mengungkapkan bahwa ada dua senyawa yang mampu mencegah perkembangbiakan virus dengan sangat efektif. Keduanya yakni chloroquine dan remdesivir.
Chloroquine, atau secara ilmiah dikenal sebagai chloroquine phosphate, merupakan obat yang digunakan untuk menangani malaria. Sementara itu, remdesivir adalah senyawa buatan yang dapat menghambat aktivitas dan mencegah replikasi virus.
Para peneliti melihat potensi obat antimalaria untuk mengatasi COVID-19 saat mereka melakukan uji klinis terhadap pasien di lebih dari 10 rumah sakit di Beijing. Pasien ternyata berangsur membaik setelah mengonsumsi obat antimalaria secara teratur.
Pasien yang meminum obat antimalaria tidak lagi mengalami demam tinggi. Hasil CT scan paru-paru pun menunjukkan perkembangan dan semakin banyak pasien memiliki hasil negatif ketika diperiksa dengan tes asam nukleat virus.
Selain itu, tubuh pasien yang mengonsumsi obat antimalaria juga mampu mengatasi COVID-19 dengan lebih cepat. Hal ini dialami oleh pasien berusia 54 tahun asal Beijing yang dirawat di rumah sakit setelah empat hari menunjukkan gejala infeksi coronavirus.
Setelah mengonsumsi obat antimalaria selama satu minggu, kondisi pria tersebut mulai membaik dan gejalanya semakin berkurang. Tes asam nukleat virus juga menunjukkan hasil negatif, yang berarti tidak ada lagi virus di dalam tubuhnya.
Tidak lama berselang, peneliti dari Komisi Kesehatan Nasional dan Administrasi Produk Medis Nasional Tiongkok turut melaporkan hasil percobaannya terhadap chloroquine. Mereka menemukan bahwa obat antimalaria ini bisa mengatasi COVID-19 dengan dua cara.
Pertama, chloroquine dapat mengubah kondisi asam dan basa pada sel-sel tubuh yang ditarget virus. Hal ini akan memengaruhi kondisi reseptor sel sehingga coronavirus tidak bisa berikatan dengan sel-sel tubuh ataupun menginfeksinya.
Kedua, chloroquine dalam obat antimalaria bisa merangsang aktivitas sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan kemampuannya dalam melawan virus. Senyawa ini bahkan turut meningkatkan respons kekebalan tubuh secara merata, termasuk pada paru-paru.
Cara kerja obat antimalaria dan remdesivir dalam mengatasi COVID-19
Chloroquine dan remdesivir adalah dua senyawa yang berpotensi menjadi obat wabah COVID-19. Pasalnya, keduanya dapat mencegah pertumbuhan dan perlekatan virus pada sel tubuh dengan efektif. Berikut cara kerja keduanya:
1. Chloroquine
Chloroquine adalah bentuk sintetis dari quinine, yakni senyawa pada kulit pohon kina yang telah lama digunakan untuk mengatasi malaria. Namun, sejak parasit Plasmodium penyebab malaria mulai menjadi kebal, chloroquine pun digantikan dengan senyawa lain yang mirip dengannya serta terapi kombinasi.
Chloroquine kini masih digunakan untuk mengobati malaria yang disebabkan oleh tiga spesies Plasmodium, mengatasi penyakit autoimun, serta infeksi usus akibat amoeba. Hal ini disebabkan karena chloroquine memiliki sifat antivirus dan antiradang yang kuat.
Obat antimalaria ini diyakini dapat mengatasi COVID-19 dengan meningkatkan pH sel yang ditarget oleh virus. Jika pH sel bertambah, sel akan memiliki sifat basa. Virus tidak dapat melekat ataupun menginfeksi sel bila sifatnya basa.
2. Remdesivir
Senyawa lain yang disinyalir dapat mengatasi COVID-19 adalah remdesivir. Senyawa eksperimental ini ditemukan pada tahun 2016 dan sebelumnya telah diuji untuk mengobati penyakit Ebola serta Middle East Respiratory Syndrome (MERS).
Remdesivir bekerja dengan menghambat aktivitas polimerase virus sehingga virus tidak dapat membentuk materi genetik yang diperlukan untuk memperbanyak diri. Hasilnya, virus tidak dapat bertahan lama sehingga gejala infeksi pun lambat laun berkurang.
Remdesivir merupakan obat antivirus yang menjanjikan, khususnya terhadap virus-virus RNA seperti SARS-CoV dan MERS-CoV. Para peneliti meyakini bahwa gabungan obat antimalaria dan remdesivir akan membuat keduanya semakin efektif dalam mengatasi COVID-19.
Wabah COVID-19 terus meluas dan angka kasusnya kini telah menyentuh 76.792 jiwa. Dari angka tersebut, sebanyak 55.860 orang mengalami infeksi ringan, sedangkan 2.247 orang dilaporkan telah meninggal dunia.
Pencarian obat COVID-19 memang masih belum menemukan titik pasti. Meski begitu, obat malaria dan remdesivir seakan menjadi angin segar bagi para peneliti yang tengah mencari cara mengatasi COVID-19.
Sambil menantikan kehadiran obat dan vaksin, langkah terbaik yang bisa dilakukan saat ini adalah melindungi diri dari infeksi coronavirus. Caranya, cuci tangan secara rutin, gunakan masker saat bepergian, dan batasi kontak dekat dengan orang yang mengalami gangguan pernapasan.